BAPTIS ANAK DAN
SIDI
Dalam kehidupan Gereja Kristen
(Jawa), kita kenal adanya 2 sakramen, yaitu: Sakramen Baptis dan Sakramen
Perjamuan. Kata sakramen berasal dari bahasa
Latin, yaitu sacramentum. Kata itu aslinya dipakai dalam dunia
ketentaraan Romawi yang berarti “sumpah
Sakramen baptis
merupakan tindakan simbolis-dramatis, dengan air sebagai unsur dasariahnya. Air
melambangkan darah Kristus, menunjukkan pembasuhan dan pengampunan dosa, agar
manusia hidup dalam keluarga Allah/mengalami hidup baru sebagai anak-anak Allah.
Namun demikian baptisan bukan merupakan jaminan keselamatan. Keselamatan
itu karena imannya kepada Kristus, bukan karena baptisan. Meskipun demikian,
baptisan tidak dapat dilepaskan dari iman, dan sebaliknya, iman harus memperoleh
tanda dan materainya melalui baptisan. Itulah sebabnya, baptisan tidak bisa
dilepaskan dari pengakuan iman atau pengakuan percaya: orang terlebih dahulu
mengakui imannya atau mengaku percaya, baru kemudian dia, atas dasar imannya itu
dibaptiskan, itu yang disebut baptisan dewasa.
Baptisan anak
dilaksanakan dengan tetap mengaitkan baptisan itu dengan iman, namun bukan iman
si anak yang menjadi dasar melainkan iman dari orangtua atau wali itu diyakini
bahwa anugerah Allah yang menyelamatkan yang diikat-Nya dalam perjanjian –
juga berlaku bagi anak-anak mereka. Dalam pengertian ini boleh dikatakan bahwa
anugerah Allah itu karena merupakan inisiatif Allah “mendahului” iman,
sehingga ia tidak boleh dibatasi oleh apa pun termasuk oleh baptisan dewasa.
Setelah anak itu dewasa, mengerti akan imannya maka baru dilayankan sidi.
Yang memisahkan
antara baptisan anak dan sidi hanyalah pelaksanaannya. Pelaksanaan sidi justru
hendak menekankan bahwa baptisan secara hakiki tidak dapat dipisahkan dari (pengakuan)
iman. Oleh karena itu sidi
tidak dapat dianggap sebagai akta/tindakan yang terpisah dari baptisan, meskipun
masing-masing dalam pelaksanaannya mempunyai makna tersendiri bagi yang
melakukan.
(Pdt Pramudianto)
Kembali ke: Shema Online | Menu Utama